SMS GRATIS

Pesan Singkat


ShoutMix chat widget

LIBRA

Penyihir

Gadget

29 Mei 2009

13.30

putus cinta (jangan putus asa)

Situasi
seperti ini sering terjadi pada orang sedang mengalami kesedihan oleh
karena sedang patah hati. Jiwa ini tergoncang dan teramat lemah karena
telah membiarkan kesedihan itu melingkupi, seakan tak bertepi, seakan
tiada akhir. Hidup seakan tak berdaya tanpa dirinya.
Antara
pasrah dan menyesali... itulah keadaannya

kehidupan yang sedang patah
hati. Namun diantara keduanya, penolakan sikap lebih mendominasi
pemikiran serta perasaan seseorang yang sedang patah hati.
Orang yang sedang patah hati karena cinta memang cenderung tidak bisa
menerima keadaan patah hati tersebut harus dialami. Semua dinilai
sebagai sebuah kesalahan yang seharusnya tak terjadi. Akan tetapi, nasi
sudah menjadi bubur. Kenyataan tidak senyaman yang dibayangkan.
Sejumlah orang berpendapat, itu adalah hal yang wajar. Yaaa... boleh
dan sah-sah saja kalau bersedih. Bagaimanapun rasa cinta yang sudah
lama dipupuk dan kebersamaan yang sudah terjalin, tidak bisa dilupakan
atau dibiaskan begitu saja.
Akan tetapi, kita harus sadar
kalau keadaan jiwa yang sedang patah hati tersebut sebaiknya tidak kita
biarkan berlarut-larut karena tanpa kita sadari, kita telah mengganggu
atau merusak ritme kehidupan kita sendiri. Boleh bersedih tapi jangan
menyiksa diri dan membiarkan kesedihan itu menjadi cerita yang tiada
akhir.
Patah hati memang menghadirkan guncangan kehidupan.
Namun itu bukan berarti akhir dari kehidupan. Itu bukan berarti kita
harus terlena oleh keadaan yang sesungguhnya bisa membuat kita semakin
terpuruk dalam keadaan yang tak menentu. Kita hanya berputar-putar pada
masalah yang sama, padahal masalah lain sudah menunggu di depan mata.
Kutipan ayat Firman Tuhan diatas, merupakan ayat Firman Tuhan yang bisa
mencerahkan keadaan seseorang yang sedang dilanda patah hati.
Sekarang, kita gunakan sebagai penuntun story yang harus kita lakukan
agar suasana putus hubungan pacaran tidak menjadi mimpi buruk yang
terus berkeliaran di benak kita.
Pandanglah kembali bagaimana
cerita dan sejarah putusnya hubungan pacaran dengan sang kekasih hati.
Sejarah awal mula putusnya hubungan pacar perlu kita dengan pasti dan
benar.
Mengetahui dengan baik bagaimana sejarah awal mula
cerita sampai hubungan putus pacaran bisa terjadi perlu kita lakukan
agar kita tidak menyalahkan terus-menerus "kegagalan dalam menjaga
serta membina hubungan dengan pacar.
Pada tahap ini, kita
jangan mencari siapa yang salah, karena apabila itu yang kita lakukan,
kita tidak akan menemukan point-point penting yang bisa menjadi bahan
pelajaran dan pemikiran untuk membina hubungan baru di masa yang akan
datang. Hal yang tepat adalah temukan apakah yang salah.
Arti penting dari tindakan mencari apakah yang sebenarnya salah adalah
kita bisa melakukan introspeksi diri, meskipun kemudian kita ketahui
bahwa awal mula kesalahan bukanlah berasal dari keteledoran atau
keegoisan sikap kita.
introspeksi diri merupakan salah satu
metode pembelajaran nilai-nilai kedewasaan kita, terutama dalam
melihat, menganalisa, dan menarik benang merah dari suatu peristiwa
yang kita alami. Dan introspeksi merupakan salah satu cara kita untuk
mengenali diri bagaimana diri kita.
Langkah selanjutnya yang
kita lakukan adalah memilah-memilah, mana hal yang baik dan benar,
serta mana yang tidak baik, tidak perlu terjadi/dilakukan atau
sebaiknya dikoreksi. Proses pemilah-pemilahan ini perlu kita lakukan
agar di masa yang akan datang (saat menjalin hubungan baru dengan yang
lain), kita tidak membuat kesalahan yang sama.
Nilai
kebenaran yang kita ambil sebaiknya tidak berdasarkan penilaian egoisme
kita, maksudnya, apa yang kita lakukanlah yang paling benar.
Apabila prinsip seperti itu yang kita anut, maka belum tentu nilai
kebenaran tersebut memberi kepuasan kepada kita, karena sikap egoisme
diri justru membuat kita tidak dapat melihat sebuah kebenaran yang
sebenar-benarnya.
Mmmm... ketika nilai kebenaran yang
sesungguhnya telah kita temukan, itu sama artinya, kita harus sesegera
mungkin menghentikan sikap-sikap bodoh yang kita tunjukkan oleh karena
pedihnya patah hati yang kita rasakan.
Rekan-rekan sekalian,
Kepedihan hati oleh karena patah hati, bukanlah sesuatu hal yang patut
kita nikmati namun kita sikapi. Maksud aku, keadaan patah hati
sebaiknya tidak membuat dilema-dilema baru atau menghadirkan buruk
sangka yang seharusnya tidak perlu kita munculkan.
Okey,
muncul ada sisi kesalahan yang secara tidak sengaja kita lakukan
sehingga membuat keadaan hubungan pacaran menjadi renggang dan berakhir
putus... sudah terjadi, mau diapakan lagi... Itu bukan berarti :
1. kita harus terus-menerus larut dalam kesedihan lalu menyalahkan diri kita.
2. kesalahan itu tidak kita ulangi di masa yang akan datang.
Okey, ada pihak lain yang membuat hubungan pacaran menjadi putus...
well, itu namanya komunikasi diantara pihak-pihak yang berpacaran tidak
berjalan dengan baik dan besar kemungkinan ada salah satu pihak yang
terlalu egois (ingat ! Sikap egois merupakan salah satu penyebab
putusnya hubungan pacaran)... Kalau ada masalah, komunikasikan dong,
jangan mau enaknya saja... jangan mau senangnya aja... jangan cari yang
lain untuk menjadi bahan pembanding... Itu keterlaluan namanya...
Okey, kalau ternyata perbuatan benar telah kita lakukan namun keadaan
justru memaksa hubungan pacaran untuk tetap putus, itu artinya bukan
jodoh...
Segala sesuatunya, ada masanya... Kalau memang
hubungan pacaran tidak bisa dilanjutkan meskipun kita sudah sekuat
tenaga mempertahankannya, itu artinya kita harus legowo, menerima
keadaan itu sebagai sebuah keputusan yang memang harus diambil.
Segala sesuatunya, ada waktunya... Bersedih memang tidak dilarang, tapi
itu bukan berarti kita hanya terpaku oleh kesedihan dan tidak berusaha
untuk bangkit. Heiii... masa depan itu ada dan kehidupan masih terus
berlangsung selama Tuhan belum menyatakan : "cukup sudah waktumu..."
Pada sisi yang lain kita juga harus ingat kalau masih banyak orang yang
sayang sama kita dan tidak ingin melihat kita terus-menerus memendam
diri dalam kepedihan oleh karena patah hati.
Hey... wake up
will you... wake up... Kendalikan diri dan hargai diri ini apabila
tidak ingin kondisi patah hati terus dibiarkan bersemayam di hati.
Tuhan justru menganggap kita berdosa kalau kita malah membiarkan
keadaan yang menyesakkan itu tanpa ada upaya penyelesaian atau
perbaikan kondisi diri pada suatu waktu nanti.
Ayoooo...semangat. Bangkit dan bangun dari lelap kepenatan. Masih
banyak orang yang sayang sama kamu dan pasti, masih ada orang yang akan
menyayangi kamu dengan tulus. Syaratnya cuma satu : usaha...
Ada kedamaian yang lebih damai di depan sana apabila kita mau
menyadarkan diri untuk tidak terlalu terlelap dengan segenap kesedihan
oleh karena patah hati. Gak capek apa?


Read More

27 Mei 2009

13.33

Cinta salah

Banyak muda-mudi jaman sekarang yang asyik masyuk terseret dalam pergaulan bebas. Pacaran seolah menjadi budaya. Pacaran menjadi nuansa bagi mereka untuk menuangkan rasa cinta pada sang kekasih. Rasa rindu ingin bertemu selalu menghantui mereka, para remaja yang sedang dimabuk cinta. Malangnya, ajang bercengkerama dua anak manusia berlainan jenis (bukan muhrim) ini lebih digemari dari pada membaca buku-buku motivasi atau kegiatan positif lainnya. Lebih malang lagi, tontonan sinetron-sinetron di televisi lebih memperparah lagi keadaan ini.
Tak dapat dipungkiri lagi, di masa sekarang, ada keprihatinan mendalam di balik fenomena itu. Dengan “mengatasnamakan cinta”, muda-mudi itu banyak yang lupa akan batasan-batasan yang digariskan agama. Melalui ajang yang disebut

pacaran itu, terjadilah sebuah interaksi intensif dari perasaan saling suka, sering bertemu, dan seterusnya yang berujung pada terjadinya berbagai kontak fisik dalam kesempatan yang sepi berdua. Tak jarang mereka sampai terjerumus ke jurang perzinaan, karena tak bisa mengendalikan diri. Akhirnya, hubungan yang awalnya istimewa bagi mereka, menjadi penyebab terjadinya dosa besar dan hancurnya masa depan bagi pelakunya. Sekali lagi, sebelumnya mereka melakukannya dengan “mengatas namakan cinta”.
Ada kisah nyata seorang wanita yang dulu jadi teman sekelas semasa SD. Dia adalah gadis yang manis menurut penilaian umum. Walau sedikit centil, ia banyak disukai teman-temannya. Sejak SD ia sudah telibat hubungan asmara dengan kakak kelas yang juga masih tetangga saya. Walau itu mungkin cinta monyet, namun kisah itu terus berlanjut hingga SMA. Malangnya, ketika masih kelas 1 SMA, si gadis ternyata telah berbadan dua sehingga mau tidak mau harus kawin sangat muda. Tak berapa lama, keluarlah anaknya dari rahimnya sehingga dapat dikata ABG (Anak Baru Gede) tiba-tiba mengeluarkan anak yang bisa “gede”. Setelah semua itu terjadi, hilanglah masa-masa indah si gadis dalam berproses menjadi manusia dewasa. Dia harus menjadi sosok ibu di saat jiwanya masih pancaroba, sementara gadis-gadis lain sedang menikmati kebebasan mencari jati diri. Dia kini kelihatan sudah tua dengan badan gemuknya layaknya ibu-ibu kelahiran era 70an. Kecantikannya hanya terlihat sekejap mata setelah bencana itu tak dapat dihindarinya. Ia telah kehilangan masa mudanya… Lalu, siapa yang salah?
***
Begitu naifkah, kata cinta yang harusnya dijaga kesuciannya, menjadi ternoda. Lalu, benarkah itu cinta? Ataukah hanya nafsu yang terkamuflase? Jadi, ketika sepasang muda-mudi sedang asyik berduaan, sebenarnya cinta ataukah nafsu mereka yang “berbicara”? Apakah emosi ataukah akal sehat mereka yang lebih dominan?
Jika ada seorang gadis yang berkata pada kekasihnya, “Kuserahkan segala milikku untukmu sebagi bukti cintaku padamu…” Dia menganggap itu sebagai sebuah pengorbanan karena cinta. Tapi begitukah pengorbanan untuk cinta? Ataukah itu untuk nafsu?
Ada seorang pemuda menanyakan pada pacarnya, “Bila kau benar cinta padaku, apa buktinya?” Atau dalam kesempatan lain, “Sebagai bukti cinta, maukah kau kucium, kupeluk… (dan seterusnya).” Atau dalam kasus lain, jika yang minta ini itu adalah sang gadis, dan ketika si pemuda menolaknya lantas dibilang pengecut. Apakah harus begitu membuktikan cinta?
Begitu mudahkah mengatas namakan “cinta” untuk suatu perbuatan dosa. Apakah itu benar cinta, atau itukah yang dinamakan nafsu? Yah, sebagai makhluk jenius yang dikaruniai akal budi yang sempurna, kita sebagai manusia pasti tahu perbedan keduanya, antara nafsu dan cinta. Dan sebagai generasi muda yang terpelajar, sudah sepantasnyalah kita tidak mencampuradukkan kedua hal itu untuk melegalkan hasrat (baca: hawa nafsu) kita.
Sekarang adalah era informasi yang serba canggih, bukan era manusia gua ratusan abad yang lalu. Manusia semakin cerdas dan punya peradaban tinggi. Jadi, harus tahu apa itu arti cinta yang sesungguhnya, dan jangan menodai makna cinta dengan pelampiasan hasrat nafsu birahi dengan mengatasnamakan cinta.
Begitu parahnya pergaulan bebas muda-mudi di jaman ini, yang melegalkan perbuatan maksiat sebagai sebuah kebiasaan yang wajar. Hal itu bukan tanpa bukti. Ada wanita yang berkisah langsung dan katanya ingin bertaubat. Ada juga laki-laki yang berkisah dengan perasaan bangga tanpa ada niat memperbaiki diri sedikitpun. Ada juga cerita dari teman yang sering dijadikan curhat teman-temannya. Pendek kata, kita harus mengurut dada mengetahui realitas kelabu ini. Mereka ada di tengah-tengah kita. Itu terjadi di tengah-tengah kita.
Belum lagi banyaknya kasus-kasus pergaulan intim muda-mudi di luar nikah yang menghebohkan, direkam layaknya film dokumenter, namun akhirnya aib itu tersebar. Dan bagi si pelaku, pasti malu yang tak terkira harus mereka tanggung. Juga bagi keluarganya, itu semua menjadi aib yang memalukan, menghancurkan martabat keluarga, dan meluluhlantakkan segala kebanggaan. Ironisnya, pelakunya kebanyakan adalah sepasang kekasih yang masih pelajar atau mahasiswa. Lebih ironis lagi, mereka melakukannya atas nama cinta.
Pertanyaannya: apakah semua itu hanya dibiarkan saja? Atau hanya jadi bahan pemberitaan belaka?
Nama cinta bukanlah untuk sesuatu yang nista. Cinta adalah anugerah Yang Kuasa yang harus kita jaga kesuciannya. Jika kita mencintai kekasih kita, maka dengan cinta itulah kita menjaganya, bukan menodainya. Cinta selalunya suci dan mulia bila ia dimiliki oleh seorang “pecinta sejati”. Banyak kisah cinta yang menjadi legenda. Tajmahal yang indah di negeri India tercipta karena cinta. Rabiah Al Adawiyah menjadi legenda sufi wanita karena cintanya pada Sang Pencipta.
Pasangan legenda Rama–Shinta, Romeo–Juliet, Kais–Laila, menjadi kisah sepanjang masa karena cinta mereka. Tidak ada kisah melegenda tentang nafsu yang tak terkendali dalam hubungan dua insan lain jenis tanpa ikatan pernikahan. Adanya hanyalah skandal, perselingkuhan, perzinaan, dan nama lain sejenis yang amoral.
Jadi, jangan katakan ‘cinta’ jika kita tidak bisa memaknainya dengan makna yang sebenarnya. Jangan samakan cinta dengan nafsu hanya karena kita kurang kendali diri. Jangan mengkambinghitamkan cinta sebagai sarana pelampiasan nafsu. Dan yang lebih penting lagi, pergaulan bebas tak akan terjadi bila muda-mudi kita bisa memaknai cinta dengan sebenarnya dan memegang teguh ajaran agama dengan istiqomah (konsisten) sampai tiba masanya gerbang pernikahan terbuka.
Bagaimana menurut pendapat Anda?


Read More

Label

Mengenai Saya

simple sangat, mudah bergaul